Uwais al Qarny "manusia yang tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit".
Senin, 05 Agustus 2013 Category : Kisah Motivasi, Pencerdasan Iman, Renungan 0
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya
lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya
menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang
pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu
untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang
menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di
langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama
menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali
hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang
masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai
penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang
kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk
membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi
kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang
hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa
negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati
mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu
bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat
di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di
negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu
merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam,
pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung.
Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara
kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais
setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah
"bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang
ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang
kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal
yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang
jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu
oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul
giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti
kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari
berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat
untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau
dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu
yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada
suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin
kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang
ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais,
dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila
telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih
empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak
peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat
menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda
Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, sambil
menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi
yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah
melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh
ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya
bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau
pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua
dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas
pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya,
pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit
kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW
langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda
Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut
informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah SAW bersabda :
"Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah,
ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu
beliau SAW, memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan
bersabda, "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a
dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak
lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada Khalifah
Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW.
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali untuk
mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman,
beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada
yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh
beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih
berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni
turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan
kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan
itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi
SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu
tersebut, siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua
sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah.
Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama
saya Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru
dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Imam Ali memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata
kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian".
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk mohon
do'a dan istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini,
Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak
dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba
diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini
tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais
kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah
bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan
berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu
di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar
dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu
tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan
berkata,
"Apa yang
terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat
bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian
pada Allah!" katanya.
"Kami telah
melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal
dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu
persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa
lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut
isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami
,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua
selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
"Tanya kami.
"Uwais al-Qorni".
Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi
kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik
orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan
harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di
Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang
itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais
al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang
tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar
kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi
hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku
pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang
pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang
yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau
wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir
yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan
unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang
dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di
turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat
itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata
ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Demikianlah kisah Uwais Al-Qarni yang amat taat dan kasih kepada
ibunya. Seorang Wali Allah yang tidak terkenal di bumi, tetapi amat terkenal di
langit.
Firman Allah SWT :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ
وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا ۚ
“Dan Tuhanmu telah
mewajibkan supaya tidak menyembah selain dari-Nya dan berlaku baik kepada ibu
bapa.” (Surah Al-Isra’, ayat
23)
.
.
والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab
(Hanya Allah Maha
Mengetahui apa yang benar)
sumber : berbagai sumber dan beberapa hadist Rasulullah
sumber : berbagai sumber dan beberapa hadist Rasulullah